Saturday, September 02, 2006

Biofuel Bisa Mengganggu Program Pemberantasan Kelaparan PBB

Melonjaknya produksi biofuel dari tanaman pangan bisa menyulitkan pencapaian tujuan PBB mengakhiri kelaparan di negara-negara berkembang, di mana 850 juta orang tidak memiliki cukup makanan, demikian seorang pejabat senior PBB mengatakan Rabu, 30/8/2006.

“Biofuel memiliki potensi yang besar tetapi kita harus melihat … kompetisinya dengan produksi bahan makanan,” demikian dikatakan Alexander Mueller, asisten Direktur Jenderal Organisasi Pertanian dan Pangan PBB (Food and Agriculture Organization, FAO).

Produksi bahan bakar dari gula, jagung, kedelai dan tanaman lainnya meningkat, dipicu oleh harga minyak yang telah berada di atas $70 per barel dan usaha untuk menghasilkan bahan bakar dari sumber-sumber terbarukan.

“Ini adalah isu baru, kita hanya mengetahui bahwa ini akan berdampak pada pemenuhan kebutuhan pangan dunia”, demikian dikatakan Muller dalam sebuah konferensi pers selama pertemuan para ahli air di Stockholm.

Lonjakan produksi biofuel dalam satu dua tahun terakhir belum mengganggu suplai bahan pangan. “Kita harus melihat bagaimana situasi dalam 5 hingga 10 tahu ke depan … kita memerlukan banyak riset tentang ini,” dia mengatakan.

Saat ini biofuel belum mencapai satu persen dari kkonsumsi energy, tetapi biofuel memiliki potensi ekonomi untuk meningkat menjadi sekitar 6 persen pada tahun 2050, demikian menurut perkiraan kasar FAO.

“Ini adalah isu yang baru muncul tanpa gambaran dan arah yang jelas,” kata Muller. Kenaikan produksi biofuel bisa juga mengganggu pasokan air dunia – sekitar satu dari tiga penduduk dunia tinggal di daerah di mana sumber air amat langka.

Ia juga mengatakan bahwa dunia membutuhkan manajemen air bersih yang lebih baik untuk “mencukupi pangan dan memproduksi energi dunia.”

Muller mengatakan bahwa isu biofuel merupakan salah satu tantangan bagi pertanian bersama-sama dengan perubahan iklim dan pertambahan jumlah penduduk dunia.

Produksi pangan harus meningkat 40 persen dalam 25 tahun ke depan untuk mengimbangi kenaikan penduduk dunia menjadi 9 miliar orang. Ini pada gilirannya akan menjadi masalah bagi irigasi di daerah di mana sumber-sumber air langka.

Perubakan iklim mungkin akan menimbulkan lebih banyak kekeringan, banjir, gelombang panas dan erosi. Kebanyakan ilmuwan mengaitkan pemanasan global dengan emisi gas-gas rumah kaca yang kebanyakan berasal dari pembakaran bahan bakar fosil di pusat-pusat pembangit tenaga listrik. Sumber: Reuter.